aboutchatlinksarchivescredit


Saturday, March 7, 2009
Buku Pelajaran Manga Jepang @ 12:58 AM

Sewaktu aku ke rumah ayah mertuaku, aku menemukan sebuah buku tua tentang sejarah bangsa dan negara Jepang. Buku berjudul 'NIHON NO REKISHI' (SEJARAH JEPANG) ini ditulis dalam bentuk 'MANGA' (KOMIK Jepang) dalam bahasa Jepang tingkat sederhana dengan hurup HIRAGANA dan KATAKANA dengan sedikit hurup KANJI . Walaupun tidak mengerti hurup KANJI, tapi karena bisa membaca hurup HIRAGANA dan KATAKANA maka buku ini masih bisa aku baca pelan2. Apalagi ini buku komik dengan gambar2 yang ceritanya mudah dimengerti. Setelah aku katakan bahwa aku suka membaca dan suka ilmu sejarah dan ingin mempelajari sejarah Jepang, ayah mertuaku meminjami buku MANGA ini yang kesemuanya 18 jilid-walaupun jilid 12 dan 13 tidak ada hilang entah kemana. (>>Click READ MORE baca selanjutnya)



Ternyata buku2 MANGA ini dibaca isteriku dan saudara2nya saat masih anak2. Jadi walaupun ditulis dengan serius sebagai buku pelajaran sejarah tapi bahasanya bahasa Jepang tingkat sederhana untuk dibaca anak2 sekolah. Sehingga berguna untuk aku mempelajari sejarah Jepang sekaligus belajar bahasa Jepang sederhana sambil menikmati gambar2 komiknya yang bagus. Diawali jilid pertama tentang 'babad' asal mula bangsa Jepang saat 'JOMON JIDAI' (ZAMAN 'JOMON' atau ZAMAN JEPANG PURBA) tahun 8000 BC. (Sebelum Masehi) sampai jilid ke-18 tentang bangsa Jepang MODERN setelah Perang Dunia Kedua.



Menurut buku ini, nenek moyang bangsa Jepang diduga berasal dari ASIA SELATAN yaitu saat daratan Jepang masih bersatu dengan daratan ASIA sekitar 20.000 tahun yang lalu. Sebagian juga berasal dari daerah UTARA Jepang dan dari kawasan sekitar PASIFIK. Nenek Moyang bangsa Jepang ini telah menjadi bangsa PEMBURU dan PENANGKAP IKAN. Mereka memburu babi hutan dan MAMMOTH (Gajah Purba) yang hidup di daratan Jepang dan daratan Asia ribuan tahun lalu.

Foto: Corbis
KALAU ingin lihat pusat kebudayaan Jepang yang sebenarnya, datanglah ke Kyoto. Kota ini sarat puluhan kuil cantik dan monumen peninggalan Jepang.

Kyoto selalu indah sepanjang tahun, salju saat musim dingin, mekarnya bunga Sakura di musim semi, bukit-bukit yang sejuk di musim panas, dan pemandangan warna-warni daun musim gugur.

Kota Kyoto bentuknya berbukit-bukit karena dikelilingi gunung-gunung di empat penjuru angin. Kyoto semakin indah dengan Sungai Kamo di sebelah timur dan Sungai Katsura yang meliuk-liuk di sebelah selatan.

Sebagai wilayah cagar budaya dan seni Jepang, bila sempat ke negeri sakura ini, tak dimungkiri saya harus berkunjung ke Kyoto. Kota ini letaknya mengarah ke selatan dari Tokyo.

Transportasi yang saya pilih untuk menuju Kyoto adalah kendaraan modern yang canggih, kereta supercepat Shinkansen. Biaya sekali perjalanan dari Tokyo ke Kyoto sebesar 15.000 yen. Jarak tempuh dengan menggunakan Shinkansen adalah 2 jam 15 menit.

Kereta ini bentuk dan kenyamanan interiornya seperti pesawat terbang. Selama perjalanan, kecepatannya stabil seolah-olah tidak menyentuh rel kereta di bawahnya.

Tepat pukul 07.00 pagi hari saya berangkat menuju Kyoto dari Central Station Tokyo di pusat kota. Selama perjalanan, hanya sekali berhenti di Stasiun Kereta Osaka. Ketepatan waktu menjadi ciri khas transportasi supercepat ini.Di

Stasiun Kereta Kyoto waktu menunjukkan tepat pukul 09.20. Stasiun Kereta Api Kyoto merupakan pusat transportasi untuk seluruh kota. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api terbesar kedua di Jepang. Stasiun ini dilengkapi pusat perbelanjaan (yang paling besar adalah ISETAN), hotel, bioskop, dan beberapa bagian dari kantor pemerintahan lokal. Semuanya terletak di satu atap dalam bangunan setinggi 15 lantai.

Saya selanjutnya naik taksi ke Mitsui Garden Hotel di tengah Kota Kyoto. Selepas check in dan meninggalkan koper, saya langsung keluar mencari taksi untuk mengunjungi kuil di kota ini yang terkenal cantik, luas, dan terkenal akan sejarah kerajaan di Jepang.

Kuil pertama yang saya kunjungi adalah pusat pemerintahan dan kebudayaan Jepang ketika Shogun ke-1 berkuasa, Tokugawa, yaitu Istana Nijo. Kekuasaan Tokugawa berakhir ketika memasuki Restorasi Meiji.

Harga tiket masuk ke Istana Nijo sebesar 600 yen. Istana ini ditetapkan sebagai harta benda nasional. Karena itu, bagi pengunjung, sangat ditekankan untuk menjaga ketertiban agar tidak merusak peninggalan kebudayaan Jepang yang dianggap sakral tersebut. Sebelum memasuki pintu utama, saya akan menyeberang jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang sengaja dibangun mengelilingi seluruh dinding Istana.

Luas istana ini sangat besar karena halaman depannya saja sangat jauh untuk mencapai bangunan utama istana. Di dalam bangunan utama istana, para pengunjung tidak diperkenankan untuk mengambil foto ataupun gambar.

Di dalam bangunan yang sebagian besar terbuat dari kayu, tampak kokoh dan menunjukkan ciri khas dari kekuasaan dari para Shogun Jepang. Patung-patung Shogun yang berkuasa juga berdiri tegak dengan baju kebesarannya di beberapa ruangan yang menunjukkan aktivitas kaisar ketika itu.

Kunjungan ke Istana Nijo yang demikian luas akan menghabiskan waktu hingga sore hari di mana para pengunjung tidak diperkenankan lagi untuk masuk.

Keesokan harinya saya mengunjungi kuil unik lainnya di Kyoto yang terkenal dengan kuil emasnya. Kuil itu dikenal dengan sebutan Kinkakuji. Kuil ini dikelilingi seperti danau dan taman yang indah sekali sehingga terkesan sangat sejuk ketika mengunjungi kuil yang konon memang dindingnya terbuat dari emas.

Kuil Kinkakunji disebut juga Golden Pavilion Temple dibangun pada tahun 1397 sebagai vila bagi seorang shogun. Kuil ini terdiri atas tiga tingkat. Terdapat pulau dan batu-batuan pada danau kecil yang mengelilinginya sebagai simbol sejarah Buddha.

Keunikan kuil di tengah danau ini, setiap lantainya dibuat dalam gaya arsitektur yang berbeda. Lantai dasar disebut Ruang TirtaDharma (The Chamber of Dharma Water) yang digambarkan sebagai gaya Shinden. Lantai pertama dalam bahasa Jepang disebut Hosui-in yang sering digunakan sebagai ruang pertemuan, bentuknya berupa ruangan luas dengan beranda di sekelilingnya.

Beranda itu berada di bawah naungan lantai kedua dan interiornya dipisahkan oleh ventilasi tertutup yang disebut Shitomido. Shitomido tersebut hanya mencapai separuh langit- langit sehingga cahaya dan udara dapat bebas keluar masuk bangunan. Lantai kedua disebut Menara Alunan Ombak (The Tower of Sound Waves) yang lazim ditemui pada rumah-rumah bergaya Samurai. Ruangan ini sangat kental dengan suasana Buddhis, yang menampilkan gaya Shoinzukuri.

Upacara minum teh (茶道, sadō, chadō?, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chatō (茶の湯, chatō?) atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.

Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.

Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.

Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.

Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchadō.

Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.

Aliran upacara minum teh

* Sansenke - Aliran yang dimulai oleh Sen no Shōan yang merupakan anak yang dibawa oleh istri muda Sen no Rikyū dan diteruskan oleh garis keturunan keluarganya hingga sekarang. Sansenke merupakan garis keturunan terpisah dari keluarga Sakaisenke. Aliran Sansenke terdiri dari:
o Omotesenke (nama chashitsu: Fushin-an)
o Urasenke (nama chashitsu: Konnichi-an)
o Mushanokōjisenke (nama chashitsu: Kankyū-an)
* Sōtanryū - Aliran yang dilahirkan Sensōtan (anak Sen no Shōan) dan murid-muridnya. Selain aliran Sansenke, aliran Matsuoryū, aliran Yōkenryū, aliran Sōhenryū, aliran Fusairyū dan aliran Hisadaryū juga masih merupakan garis keturunan Sotanshitennō.
* Sakaisenke - Keluarga utama Senke. Sen no Dōan (putra sah Sen no rikyū) merupakan penerus keluarga Senke, tapi garis keturunannya terputus.
* Anraku Anryū
* Ueda Sōkoryū (pendiri: Ueda Shigeyasu
* Urakuryū (pendiri: Oda Uraku)
* Edo Senkeryū
* Enshūryū (pendiri: Kobori Masakazu)
* Oriberyū
* Sakairyū
* Sekishūryū (pendiri: Katagiri Sekishū)
* Sekishūryū Ikeiha
* Sekishūryū Ōguchiha
* Sekishūryū Shimizuha
* Sekishūryū Nomuraha
* Sōhenryū
* Sōwaryū (pendiri: Kanamori Shigechika)
* Dainippon Sadōgakkai
* Chinshinryū
* Nararyū
* Nambōryū
* Hayamiryū
* Fusairyū
* Higokoryū - Aliran berkembang di wilayah han Kumamoto dan terdiri dari:
o Furuichiryū
o Koboriryū
o Kayanoryū
* Hisadaryū
* Fujibayashiryū
* Fuhakuryū (pendiri: Kawakami Fuhaku)
* Fumairyū
* Hosokawasansairyū (pendiri: Hosokawa Tadaoki)
* Horinouchiryū
* Matsuoryū
* Mitaniryū
* Miyabiryū
* Yabunouchiryū
* Rikyūryū
* Kogetsuenshūryū


Falsafah (spirit) Chado adalah wa-ke-sei-jyaku. Wa artinya kedamaian, harmoni manusia, Kei: hormat kepada yang lebih tua, rasa kasih sayang kepada teman atau yang lebih muda, Sei: kebersihan & kebenaran juga melambangkan hati manusia yang tenang dan santai (wabi, sabi), sedangkan Jyaku: hal yang paling utama dari Chado. Setelah teh dibuatkan, teh akan diberikan oleh si pembuat kepada orang pertama yang merupakan sebuah kehormatan bagi si penerima, sehingga the tersebut harus diminum.
Akan tetapi, sebelum minum teh, makanan manis ala Jepang dibagikan kepada peserta yang hadir. Di Jepang, kue tersebut merupakan teman untuk minum teh. Kemudian teh yang dibuatkan Mrs.Yuriko diberikan kepada salah satu siswa yang hadir. Meminumnya pun punya keunikan tersendiri, tak langsung diminum tetapi cawan atau mangkuk teh tersebut diputar sebanyak dua kali dengan gerakan berhenti, seolah memperlihatkan, mengomentari, dan menghargai. desain mangkuk. Setelah teh diminum, pinggiran mangkuk di lap dengan semacam tisu yang diambil dari Kimono. Menurut tradisi, jika yang dibuatkan teh belum mengatakan cukup atau terima kasih, maka teh tak berhenti dibuat. Bila yang dibuatkan sudah mengatakan cukup, terima kasih, maka teh akan berhenti dibuatkan. Teh atau Ocha yang dipakai dalam Chanoyu berbeda-beda macamnya tergantung dari daerah yang mengadakan upacara.
Antusiasme siswa yang menyaksikan acara tersebut seolah tidak berhenti. Mereka merekam semua prosesi acara tersebut dengan berbagai jenis media perekam. Reza Ariefianto, murid SMU Pribadi, mengatakan,“Kami sangat beruntung datang ke acara ini untuk belajar tradisi Jepang klasik. Tak hanya budaya pop Jepang.” Sedangkan Adhy Putra, murid MAN 13 Jakarta Selatan, menambahkan “Acaranya bagus dapat menambah ilmu pengetahuan budaya.” Winda, murid SMK Cakra Buana, ikut mengatakan,”Seru, unik, setiap upacara ada nilai filosofinya.”
Perasaan senang juga diungkapkan Mrs.Suzuki Yuriko, utusan dari Japan Foundation untuk mengenalkan budaya Jepang di Indonesia. “I am very happy, (there are) many participants and they are enthusiastic about Japanese culture,” ungkapnya usai acara. Upacara ini mengajarkan kita tata cara sopan santun orang Jepang dalam kehidupan sehari-hari. Jelaslah bahwa Chanoyu membawa pesan mendalam di kehidupan sehari-hari. Bahkan ada ungkapan dalam bahasa Jepang, yaitu ichi go ichie, yang artinya baik bagi orang yang membuat teh atau orang yang meminumnya dan memiliki pengertian bahwa pertemuan ini (pada saat minum teh) itu merupakan pertemuan sekali seumur hidup.
Chanoyu, pada jaman dulu hanya diperuntukkan bagi raja-raja, saudagar, atau petinggi saja. Akan tetapi di jaman metropolitan sekarang, upacara minum teh tak lagi khusus diadakan untuk raja-raja, saudagar atau petinggi, Chanoyu diadakan untuk acara seremonial seperti memperingati hari Kemerdekaan negara Jepang atau menyambut tamu kehormatan

YUKATA & KIMONO apa bedanya?
terkadang masih banyak yang menanyakan apa beda dari yukata dan Kimono


Kimono


1. sebuah kimono biasanya di gunakan untuk acara resmi seperti pernikahan, upacara masuk sekolah, atau upacara kedewasaaan *tahun baru juga
2. sebuah kimono memiliki minimal 3 lapis pakaian *bisa dilihat di gambar*
3. Kimono untuk laki2 terdiri dari, Hakama (celana) - Biori (pakaian dalam warna Putih) - Haori (pakaian terluar ) *lihat contoh kimono laki-laki

http://www.camas.wednet.edu/chs/club/onechan_gakko/kimono_anime.jpg

contoh kimono cewek


http://web.mit.edu/jpnet/kimono/gifs/man-hakama.gif

contoh kimono cowok



Yukata

kebalikan dari Kimono, yukata hanya terdiri dari satu lapis pakaian, dan biasanya digunakan pada saaat musim panas atau acara tidak formal *bersantai di Rumah


yang membedakan yukata cowok dan cewek

1. bentuk lengan
2. motif
3. OBI

Obi Sash Ikat pinggang untuk Kimono
Obi sash belt types for japanese kimono, kimono sash and how to tie an obi belt, types of japanese obi and how to wear a kimono and an obi belt. Obi tali selempang untuk jenis japanese kimono, kimono selempang dan bagaimana untuk mengikat sebuah sabuk OBI, jenis japanese OBI dan bagaimana cara memakai sebuah kimono dan OBI sabuk.

kimono selempang Continued from How to Wear a Kimono .... Lanjutan dari How to Wear a Kimono ....

How to Tie an Obi Sash and Belt Bagaimana sebuah Tie Obi dan Sash Belt
Contrary to belief, the traditional obi belt is actually comprised of many belts. Bertentangan dengan kepercayaan, tradisional OBI sabuk sebenarnya terdiri dari banyak ikat pinggang. Below are instructions on how to tie each belt over the kimono. Berikut adalah petunjuk tentang cara untuk mengikat setiap sabuk melalui kimono.

1. After you have put on your kimono per the steps shown on the page How to Wear a Kimono . Setelah Anda memakai kimono per langkah-langkah yang ditampilkan pada halaman How to Wear a Kimono.
2. Pull up the kimono material so the length of the kimono is at the ankle. Memperoleh bahan kimono yang begitu panjang yang kimono adalah pada kaki. The length of the kimono is always adjusted which is why there are only a few lengths made by the manufacturer. Panjang yang selalu disesuaikan kimono yang mengapa hanya ada beberapa durasi yang dibuat oleh pabrik.
3. As you hold the extra material above your waist, tie the koshi-himo belt below the excess material. Anda pegang sebagai bahan tambahan di atas pinggang, yang mengikat koshi-himo sabuk kelebihan bahan di bawah ini. Cross the belt in the back and tie it in the front. Menyeberangi tali di bagian belakang dan mengikat di bagian depan.
4. Straighten out the excess material to the side so that the front and the back of the kimono are smooth. Straighten out kelebihan bahan ke sisi sehingga bagian depan dan bagian belakang kimono yang halus.
5. Bring down the excess material to cover the belt. Menurunkan kelebihan bahan untuk menutupi ikat pinggang.
6. Take the date-jime belt and wrap it around your waist covering the koshi-himo belt. Mengambil tanggal-jime sabuk dan wrap di sekitar Anda pinggang meliputi koshi-himo sabuk. Tie the date-jime belt in the front leaving the overlapping kimono fabric visible below. Tie tanggal-jime sabuk di depan meninggalkan yang tumpang tindih kimono kain terlihat di bawah ini. The excess kimono fabric should hang evenly below the belt so that the fabric is seen as shown in the picture above. Kelebihan kimono kain harus menggantung merata di bawah ikat pinggang kain sehingga terlihat seperti terlihat pada gambar di atas.

The traditional long obi can be very difficult to tie depending on the style of bow made. Tradisional panjang OBI dapat sangat sulit untuk mengikat tergantung pada gaya busur dibuat. Many times, another person will tie the belt for you. Sering kali, orang lain yang akan mengikat tali untuk Anda. There are many styles of different ties that can be made with the belt. Ada banyak gaya yang berbeda dari ikatan yang dapat dibuat dengan ikat pinggang. Below is information on pre-tied obi belts and how to tie your own butterfly bow. Berikut adalah informasi mengenai pra-OBI terikat ikat pinggang dan bagaimana Anda sendiri untuk mengikat butterfly rukuk. The obi-jime is the last belt tied around the obi belt as shown in the picture above. OBI-jime yang terakhir adalah sabuk terikat sekitar OBI sabuk seperti terlihat pada gambar di atas.

OBI Formal Obi Belts Formal Obi Ikat pinggang
A woman's formal obi is usually 4 meters long and 60 centimeters in width. Seorang wanita dari formal OBI biasanya 4 meter dan panjang 60 cm lebar dalam. The width is folded in half and the obi is wrapped twice around the waist and then tied in the back. Lebar yang dilipat setengah dan OBI di bungkus dua kali di sekitar pinggang dan kemudian diikat di bagian belakang. Formal obi belts are made of a brocade or tapestry weave. Formal OBI ikat pinggang yang dibuat dari brokat atau permadani weave. The more pattern, the more formal is the basic rule. Semakin banyak pola yang lebih formal adalah dasar aturan. Today, an obi completely covered in its entirety with woven or embroidered design are now normally worn by a bride. Hari ini, yang sepenuhnya OBI dibahas secara keseluruhan dengan desain tenun atau bersulam sekarang biasanya dikenakan oleh seorang perempuan.

OBI selempang Casual Obi Sash Kasual Obi Sash
Obi kasual untuk memakai mungkin sebagai sempit 10 cm atau 30 cm dengan lebar. Mereka biasanya yang terbuat dari kain satin, kain kepar, chirimen, has weaves, katun, nilon atau wol. Perbedaan utama antara formal dan kasual OBI OBI adalah materi. . OBI tidak casual yang terbuat dari sutera dan tidak ada yang rumit brokat sutra bersulam pola. . Meskipun disebut kasual, banyak yang tidak lepas melihat semua. Hal ini dikenakan baik dengan kimono dan panas kimono "yukata".

kimono selempang 1) Koshi-Himo Sash 1) Koshi-Himo Sash
The koshi-himo sabuk adalah pertama sabuk diikat di sekitar pinggang. Ikat pinggang yang tersedia dalam berbagai gaya, bahan dan beberapa gaya baru bahkan ada velcro. Koshi-himo yang ditampilkan di sini adalah sabuk yang terbuat dari sutera Tye-dicelup.

kimono selempang 2) Date-Jime Belt 2) Tanggal-Jime Belt
. Tanggal-jime sabuk adalah yang kedua sabuk terikat sekitar kimono meliputi pertama koshi-himo sabuk.

OBI jime 2) Obi - Jime 2) Obi - Jime
The OBI-jimi adalah jalinan kabelnya terikat di atas OBI. Karena OBI-jime terlihat adalah, ia datang dalam berbagai warna dan warna yang dipilih untuk pujian yang OBI.

OBI sabuk Butterfly Obi Belts Butterfly Obi Ikat pinggang
. OBI ini merupakan pra-terikat sabuk yang memberikan kesan yang rumit, tetapi terikat OBI sangat sederhana untuk mengenakan. Busur terikat dengan bentuk disebut cho cho untuk busur mirip dengan kupu-kupu, sehingga ia memberi nama butterfly OBI. Sabuk yang terdiri dari dua bagian, yang lebar dan ikat pinggang yang rukuk. Di sabuk adalah 5 kaki panjang dan lebar 6 inci di sabuk yang di bungkus dua kali di sekitar pinggang dan keletihan di bawah. Busur yang memiliki kawat gantungan untuk memasukkan ke dalam melibat ikat pinggang. Anda dapat menemukan butterfly OBI di ikat pinggang JapaneseGifts.com.


mens OBI Mens Obi Belts Mens Obi Ikat pinggang
Ada dua jenis utama pria OBI ikat pinggang digunakan dengan laki-laki dan kimono kimono musim panas (yukata). . Mereka adalah salah satu yang disebut kaku atau heko.

kimono selempang

Ikat pinggang yang kaku seperti yang ditunjukkan di atas dan dipanggil OBI kaku.. Yang kaku OBI sekitar 3,5 inci dan lebar dalam yang terbuat dari kapas. OBI selempang lunak yang disebut heko OBI dan biasanya gratis mengalir dan yang terbuat dari kain dicelup-Tye.
Jepang Bulan Juli: Tanabata, Obon Matsuri, Umi no Hi Jne
Category: Other
Bulan Juli merupakan peralihan cuaca Jepang dari musim hujan (Tsuyu) ke musim panas (Natsu). Berbagai festival (matsuri) mulai dilaksanakan, diantaranya: Tanabata (Festival Bintang), Obon Matsuri (Festival Arwah) dan Umi no Hi (Hari Laut).

1. Tanabata (Festival Bintang)

Tanabata (Festival bintang) merupakan salah satu tradisi kebudayaan jepang yang diselenggarakan setiap tangga 7 Juli. Pada perayaan Tanabata, orang jepang memiliki tradisi untuk menuliskan harapan-harapan pada secarik kertas kecil berwarna-warni, kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu yang diberi nama "Sasa". Tradisi menggantungkan kertas harapan di pohon bambu 'Sasa' ini, berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) diselenggarakan yaitu sekita tgl 13-15 Agustus.



Festival ini diambil dari salah satu cerita legenda tua china. Diceritakan, pada suatu masa hidup seorang Dewa Bintang dengan seorang putri cantik yang bernama 'Orihime' (Putri Rajut) yang dikenal sebagai bintang Vega.

Setiap hari 'Orihime' (Putri Rajut) berkerja merajut pakaian yang disebut 'Tanahata' untuk dipakai kepada sang Dewa. Hal ini membuat sang Dewa bintang merasa cemas karena melihat putrinya yang selalu bekerja keras merajut pakaian tiada henti. Untuk menghibur hati sang putri 'Orihime', dewa memutuskan untuk mencarikannya teman. Akhirnya dewa memperkenalkan Orihime dengan seorang pemuda bernama Kengyuu (Penggembala Sapi) yang dikenal sebagai Bintang Altair.Kengyu adalah seorang pemuda yang setiap hari bekerja sebagai penggembala sapi. Ia terkenal rajin dan ulet.

Setelah Orihime berkenalan dengan Kengyuu, keduanya merasa jatuh hati. Setiap hari mereka berusaha bertemu sehingga melupakan masing-masing pekerjaannya. Orihime melupakan pekerjaannya merajut baju, sehingga sang dewa tidak memiliki baju 'Tanahata' untuk dipakainya. Sedangkan Kengyuu melupakan sapi-sapinya sehingga sapi-sapi tersebut banyak yang sakit.

Melihat hal ini dewa bintang sangat marah. Akhirnya dewa memutuskan untuk menjauhkan Orihime dari Kengyuu. Sang Dewa membawa Orihime (Putri Rajut) ke sebuah tempat yang dihalangi oleh sungai besar bernama Ama no Kawa (Sungai Surga - The Milky Way) agar tidak bisa bertemu dengan Kengyuu. Dipisahkan dari sang kekasih membuat Orihime bersedih dan menangis setiap hari.






Sang Dewa yang merasa kasihan, akhirnya mengiziknkan Orihime untuk bertemu dengan Kengyuu satu tahun sekali pada tanggal 7 Juli yang dipercaya sebagai tanggal keberuntungan. Tetapi jika hujan turun pada tanggal tersebut air sungai Ama No Kawa akan meluap, sehingga sepasang kekasih tersebut tidak bisa bertemu. Agar hujan tidak turun pada tanggal yang telah dijanjikan, tanggal 6 Juli mereka berdoa kepada dewa bintang dengan menuliskan sajak berupa harapan diatas secarik kertas warna warni yang disebut 'Tanzaku' kemudian menggantungkannya di batang pohon bambu.

Berdasarkan cerita ini, membuat orang jepang selalu merayakan tradisi Tanabata (Festival bintang) setiap tgl 7 Juli. Perayaan ini mulai dikenal di Jepang sejak zaman Edo (1603-1867). Pada mulanya mereka hanya ikut mendoakan agar pada hari itu cuaca cerah sehingga Orihime dan Kengyuu bisa bertemu. Agar cuaca tetap cerah, warga Jepang membuat Tere Tere Bozu , boneka dari kain perca putih. Boneka tersebut dipercaya bisa menangkal hujan jika digantungkan di depan rumah ataupun jendela.



Tetapi seiring berjalannya waktu, selain mendoakan agar Orihime dan Kengyuu dapat bertemu, saat ini orang jepang terbiasa mengikuti kebiasaan sepasang kekasih tersebut, menuliskan harapan-harapan mereka di atas secarik kertas berwarna warni dan menggantungkannya di batang pohon bambu yang disebut "sasa", agar doa mereka terkabul. Harapan-harapan itu dituliskan dalam secarik kertas berwarna warni untuk mengibaratkan bintang yang berwarna warni yaitu Vega dan Altair yang berada di galaksi bima sakti.

Penulisan dan penggantungan secarik kertas harapan ini berakhir ketika 'Obon Matsuri' (Festival Arwah) dimulai. Pohon bambu yang sudah digantungi banyak kertas harapan, akan dialirkan ke sungai sebagai pertanda agar kemalangan atau nasib buruk ikut hanyut terbawa oleh air dan doa segera terkabul.

Penggantungan hiasan berupa secarik kertas di batang pohon bambu saat Tanabata diibaratkan oleh jepang sebagai 'Pohon Natal Di Musim Panas (Summer Christmas Tree). Perayaan terbesar setiap tahun dilaksanakan di daerah Sendai. Pada saat festival dimulai jalan-jalan pertokoan si daerah ini akan ramai dengan hiasan - hiasan Festival Bintang.

Pada saat Tanabata biasanya akan dinyanyikan lagu seperti ini:

Sasano wa sara sara (Sasano* mengalir dengan lancar)
Nokiba ni yureru (Ujungnya bergoyang goyang)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Kin gin sunago (Bertaburan bagai emas perak)

Goshiki no tanzaku (Berwarna warni harapan dan doa)
Watashi ga kaita (Yang aku tulis)
Ohoshisama kira kira (Bintang berkelap kelip)
Sora kara miteru (Dilihat dari langit)

*Sasano = Perahu yang terbuat dari lipatan daun bambu*


2. Obon Matsuri (Festival Arwah)

Obon Matsuri (Festival Arwah) adalah sebuah perayaan Budha yang diadakan pada tanggal 13-15 Juli atau bulan Agustus (tergantung daerah). Festival ini dipersembahkan bagi arwah para leluhur.

Dipercaya bahwa pada hari-hari ini arwah mereka akan pulang ke rumah. Untuk memudahkan para arwah pulang ke rumah, mereka akan memasang penerangan dan api selamat datang di pintu depan rumah. Tujuannya adalah mengarahkan arwah-arwah tersebut agar tidak tersesat. Kemudian merekapun memasang lentera di dalam, membersihkan altar rumah, menyediakan sajian dan berdoa bagi ketenangan arwah para leluhur.

Biasanya, saat Obon Matsuri (festival arwah), warga Jepang berkumpul malam hari di lapangan, memakai yukata (kimono sederhana di musim panas) kemudian membuat putaran untuk menari-nari diiringi musik & tambur Jepang. Tujuan adalah menyambut kebahagiaan bersama para arwah yang datang. Mereka percaya arwah akan ikut menari bersama tanda suka cita. Tarian menyambut arwah oini disebut Obon Odori.



Pada akhir Festival, sekali lagi orang-orang akan memasang penerangan di pintu terdepan rumah sebagai pengantar arwah leluhur keluar dari rumah dan mengapungkan sesajen di sungai atau laut untuk menemani mereka pulang ke alam sana.




3. Umi no Hi (Hari Laut)

Hari untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas anugerah laut serta harapan akan kemakmuran Jepang yang merupakan sebuah negeri laut. Umi no Hi (Hari lauta) ini menjadi hari nasional Jepang, dimana kalender Jepang berwarna merah sebagai tanda hari libur.

Posted by Saturday, March 7, 2009 12:58 AM with 0 notes | add more notes | TOP

@ 12:39 AM

kagak usah dipikirin....
Blog ini cuman buat coba-coba kkppppkk gyj

Posted by 12:39 AM with 0 notes | add more notes | TOP

welcome.
Thank for visit my yummmieh blog :p